Analisa ASII: Alasan Kenapa Harga Saham ASII Sulit Naik

Analisa Saham #003
ASII: Terjebak di Jalur Lambat

Alasan Kenapa Harga Saham ASII Sulit Naik

Saham Astra International (ASII) itu ibarat teman lama yang dulunya aktif dan lincah, tapi sekarang jadi sering rebahan di rumah sambil mikir masa depan.

Jaman dulu ASII disebut-sebut sebagai saham blue chip sejuta umat, tapi sekarang malah lebih mirip boomer chip karena kudet perkembangan jaman

Mari kita bahas model bisnisnya

ASII bukan sekadar perusahaan otomotif saja. Tapi perusahaan gado-gado dengan bumbu otomotif sebagai andalan.

Bisnis ASII ada banyak, seperti: jualan mobil (Toyota, Daihatsu, Isuzu), motor (Honda), kredit kendaraan (melalui Astra Financial), main di tambang (lewat United Tractors – UNTR), punya agribisnis (AALI), sampai terlibat dalam infrastruktur dan properti.

Pendek kata, kalau ada sektor yang bisa menghasilkan cuan, maka Astra biasanya sudah punya sahamnya duluan.

Tapi walau bisnisnya banyak, pendapatan dan laba ASII masih didominasi oleh sektor otomotif dan alat berat.

Pendapatan terbesar ASII masih datang dari segmen otomotif dan jasa keuangan yang menyumbang sekitar 45-50% dari total pendapatan.

Disusul tambang lewat United Tractors (UNTR) yang menyumbang sekitar 30-35%, terutama dari penjualan alat berat dan batubara.

Lalu kenapa harga saham ASII stagnan, bahkan cenderung turun selama 5-10 tahun terakhir?

Kami punya beberapa analisa

Pertama, bisnis otomotif mereka terdisrupsi pelan-pelan tapi pasti. Dulu mereka penguasa mutlak, tapi sekarang pasar makin kompetitif.

Brand seperti Wuling dan DFSK datang dengan harga miring dan fitur mentereng membuat konsumen mulai berpaling.

Apalagi sekarang tren mobil listrik (EV) bikin bisnis mesin bensin dan diesel Astra jadi terlihat jadul dan ketinggalan jaman.

Memang benar ASII sudah mulai masuk EV, tapi langkahnya terasa hati-hati banget. Ibaratnya seperti orang yang sudah tua dan baru belajar pakai smartphone, mau pencet tombol takut salah klik.

Kedua, sahamnya sering kena patok oleh persepsi pasar terhadap komoditas batubara. Kenapa? Karena United Tractors adalah salah satu mesin uang buat ASII.

Saat harga batubara tinggi, laba naik, saham ikut senyum. Tapi begitu batubara turun atau pemerintah bikin aturan aneh-aneh soal ekspor, saham ASII langsung manyun.

Jadi walau ASII bukan perusahaan tambang murni, tapi mereka ikut siklikal juga karena terpengaruh sentimen saham UNTR.

Ketiga, karena diversifikasinya terlalu luas. Banyak investor menjadi sulit melihat proyeksi pertumbuhan jangka panjang ASII.

Coba Anda bandingkan ASII dengan perusahaan serupa seperti BYD atau Tesla yang fokus dan agresif.

ASII terlihat seperti pemain multi-instrumen yang bisa main semua alat musik, tapi nggak ada yang jadi solois. Hebat sih, tapi bikin investor nggak pengen dengerin.

Keempat, pasar mulai jenuh dengan gaya manajemen yang konservatif dan terlalu hati-hati.

Solid? Iya. Konsisten? Iya. Tapi di era sekarang, investor suka yang bisa tumbuh cepat dan bukan yang main aman terus.

Sisi positifnya

Astra punya keunikan yang sulit ditandingi, yaitu jaringan distribusi mobil dan motor mereka nyaris tak tertandingi di Indonesia.

Mau buka dealer mobil atau bengkel resmi? Biasanya kita harus sungkem dan “cium tangan” ke grup Astra dulu.

Mereka punya sistem logistik dan ekosistem penjualan yang rapi dan kuat. Dan jangan lupakan merek-merek yang mereka pegang masih dominan secara market share.

Jadi meskipun growth-nya lambat, cash cow-nya tetap gemuk kayak di peternakan.

Tapi ada ancaman bisnis di masa depan, seperti perubahan tren ke kendaraan listrik tadi dan pergeseran gaya hidup anak muda.

Anak muda yang lebih senang naik ojek online atau transportasi umum (karena biaya mobil mahal dan parkir susah) bisa bikin bisnis otomotif ASII terus menurun dalam 10-20 tahun ke depan.

Kalau ASII tidak serius terjun ke EV dan layanan mobilitas masa depan, bisa-bisa mereka jadi mirip cerita Kodak dan Nokia.

Kesimpulan

ASII itu saham untuk investor sabar yang suka dividen, bukan trader yang cari kejutan. Kami melihat peluang tetap ada karena valuasinya sekarang sedang murah.

Tapi potensi kenaikan harga sahamnya berat, karena cerita pertumbuhannya kurang seksi dan tersandera oleh bisnis yang udah mentok di banyak sisi.

Kalau ASII bisa rebranding diri sebagai mobility company dan bukan sekadar dealer mobil dan motor, serta serius menggarap EV dan digitalisasi, maka akan ada harapan untuk bangkit.

Tapi kalau tetap jadi “Astra yang itu-itu saja”, ya jangan heran kalau sahamnya juga tetap “harga yang itu-itu saja”.

Kalau Anda sudah punya sahamnya? Nikmati dividennya dan pantau terus manuver mereka.

Kalau Anda belum punya? Boleh intip, tapi jangan semua uang dimasukin ke sana. Masih banyak saham yang lebih lincah, walau ASII tetap layak dilirik sebagai penyeimbang portofolio.

Salam dari kami,
Muhaaz Saham (MUSA)

Disclaimer:
Bukan ajakan membeli atau menjual saham

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *