Analisa GGRM: Sejarah Gudang Garam dan Nasibnya Kini

Analisa Saham #004
GGRM: Bangsawan yang Tenggelam

Sejarah Gudang Garam (GGRM) dan Nasibnya Kini

Jaman dulu, GGRM adalah salah satu saham “bangsawan” di Bursa Efek Indonesia.

Saham yang dibanggakan para value investor, disayang oleh investor institusi, dan dulu sempat masuk daftar “saham yang tidak boleh dijual” oleh beberapa komunitas.

Tapi sekarang? Harga sahamnya makin tenggelam dan sulit naik ke permukaan.

Biar kita makin paham pokok masalahnya. Mari kita mulai dari sejarah GGRM.

Perjalanan Gudang Garam

Gudang Garam (GGRM) adalah salah satu produsen rokok terbesar di Indonesia.

Perusahaan ini berdiri sejak tahun 1958 di Kediri, Jawa Timur yang sampai hari ini masih menjadi markas besar mereka.

Gudang Garam didirikan oleh Surya Wonowidjojo, GGRM awalnya adalah usaha keluarga yang kemudian tumbuh menjadi raksasa di industri tembakau nasional.

Salah satu ciri khas mereka adalah fokus pada kretek (rokok dengan campuran cengkeh), yang sangat Indonesia banget dan ini menjadi kekuatan sekaligus tantangan tersendiri.

Pendapatan utama GGRM jelas dari penjualan rokok.

Berdasarkan laporan terakhir, lebih dari 90% pendapatan mereka datang dari penjualan sigaret kretek mesin (SKM), seperti merek Gudang Garam International, Surya, dan GG Mild.

Segmen ini mendominasi pasar mereka, dan memang selama bertahun-tahun jadi mesin uang yang setia.

Masalah Muncul

Namun, kita jangan sampai lupa: bahwa rokok adalah bisnis yang bukan hanya highly regulated, tapi juga makin tidak seksi dari sisi pertumbuhan.

Pemerintah makin agresif menaikkan cukai rokok tiap tahun. Cukai yang tinggi bukan sekadar potong margin, tapi bisa bikin harga jual makin sulit diterima oleh kantong konsumen kelas menengah ke bawah, yang notabene adalah mayoritas target pasar GGRM.

Di sisi lain, masyarakat (terutama generasi muda) mulai bergeser ke gaya hidup sehat atau minimal lebih sadar akan apa yang mereka bakar dan hisap.

Ada yang bilang bahwa HP dan sosial media lebih candu dari rokok. Sehingga membuat generasi muda lebih memilih beli kuota internet daripada rokok.

Bukan cuma itu, kompetisi di industri rokok juga makin brutal.

Djarum (lewat HMSP), lalu Bentoel (yang sekarang dikuasai BAT), semua berlomba-lomba mempertahankan pangsa pasar yang sebenarnya… menyusut.

Jadi ini mirip seperti naik kapal tenggelam, semua rebutan naik ke bagian paling atas tapi kapalnya sendiri makin nyungsep.

Anda tidak salah jika hal ini membuat Anda teringat tragedi Titanic.

Selain rokok, GGRM juga punya unit bisnis di bidang infrastruktur dan penerbangan lewat GIA (Bukan Garuda Indonesia ya. Tapi GIA = Gudang Garam International Airport) yaitu Bandara Dhoho Kediri.

Ini salah satu proyek ambisius mereka yang konon akan membuat Kediri jadi pusat pertumbuhan ekonomi.

Tapi sejauh ini, bandara itu lebih sering dibicarakan dalam rapat investor dibandingkan dipakai masyarakat.

Oke. Jadi, kenapa harga saham GGRM makin tenggelam?

Simpel. Margin makin tertekan, volume penjualan stagnan, cukai makin mahal, dan ekspansi ke luar tembakau belum memberikan hasil yang konkret.

Investor melihat semua itu dan bikin bilang, “Ngapain saya harus repot-repot pegang saham ini? Apalagi banyak saham lain dengan pertumbuhan lebih jelas.”

Ada juga sentimen bahwa manajemen GGRM cukup konservatif, bahkan bisa dibilang sangat kalem. Mereka tidak gembar-gembor ekspansi digital atau ESG atau inovasi ini-itu seperti perusahaan lain.

Di satu sisi ini bisa dianggap stabil dan “low profile”, tapi di era informasi yang serba cepat, ini bisa ditafsirkan sebagai stagnasi.

Uniknya, GGRM selama ini punya reputasi sebagai salah satu produsen rokok dengan efisiensi produksi tinggi.

Mereka punya ekosistem sendiri di Kediri yang sangat rapi dan solid. Jadi dari sisi operasional, mereka bukan perusahaan yang ceroboh.

Tapi ancaman dari luar seperti regulasi, perubahan gaya hidup, dan tekanan harga, itu semua bukan hal yang bisa mereka atasi hanya dengan efisiensi.

Kesimpulan dari Kami di Muhaaz Saham

GGRM adalah contoh klasik perusahaan bagus yang terjebak dalam industri yang sedang sunset. Bukan karena mereka bodoh, tapi karena lingkungannya makin tidak ramah bintang 1.

Apakah saham ini undervalued? Bisa jadi. PER dan PBV-nya sekarang termasuk rendah, apalagi dibanding masa kejayaannya.

Tapi masalahnya bukan di harga dan valuasi, melainkan di narasi!

Pasar saat ini lebih suka saham yang punya potensi growth, punya cerita, dan punya gebrakan. GGRM? Ceritanya justru soal bertahan hidup di kapal Titanic.

Kalau Anda tipe investor yang suka cari deep value, sabar nunggu 5-10 tahun modalnya mengendap, dan percaya bahwa tembakau belum mati di masa depan, mungkin GGRM masih menarik.

Kalau untuk trader atau investor yang cari momentum? Saham ini lebih cocok buat ditonton dulu sambil ngopi.

Tapi jika GGRM tiba-tiba ada reformasi bisnis, sinyal bahwa mereka ekspansi serius ke sektor baru, atau ada corporate action besar, maka saham ini bisa kembali dilirik. Yah… meski nggak tahu kapan.

Kami tidak bilang “jangan beli” ya, tapi kami bilang: kalau mau beli, pastikan Anda tahu kenapa beli dan paham alasannya, karena mungkin bisa bikin galau sampai punya cucu cicit.

Salam dari kami,
Muhaaz Saham (MUSA)

Disclaimer:
Bukan ajakan membeli atau menjual saham

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *